Penggunaan Bukti Petunjuk Dalam Proses Pembuktian Perkara Persaingan Usaha Dan Monopoli Dalam Pengadilan Indonesia
Abstract
Dalam penanganan perkara kartel diindonesia seringkalinya adalah dalam proses pembuktiannya hanya menggunakan satu bukti saja yakni bukti petunjuk. Dalam praktinya banyak terjadi ketimpangan dalam penggunaan bukti petunjuk ini, banyak perkara kartel yang di putus dalam artian di terima dan ada yang di tolak bahkan sampai ke Mahkamah Agung. Jika dilihat dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam Pasal 1 Ayat (13) PERKOM Tahun 2019 bahwa terkait penggunaan bukti sekurang-kurangnya adalah 2 (dua) alat bukti yang sah, dan alat bukti yang sah dapat dilihat dalam Pasal 42 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. Dalam persaingan usaha bukti-bukti tidak langsung di terima sebagai bukti yang sah sepanjang bukti itu cukup dan logis, serta tidak ada bukti lain yang yang lebih kuat yang dapat melemahkan bukti-bukti yang bersifat tidak langsung tersebut. Dilihat dari penegakan hukum UU Nomor 5 Tahun 1999 melalui penggunaan bukti tidak langsung masih diwarnai dengan ketidak pastian hukum, dan seharunya tidaklah berbeda beda pendapat hakim dalam menjatuhkan putusan baik di Pengadilan maupun Mahkamah Agung dengan penggunaan bukti tidak langsung. Jenis penelitian dapat digolongkan dalam penelitian Normatif yang mengkaji singronasi hukum eksitensi peraturan KPPU yang dihadapkan dengan Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1999 dan Undang dan Peraturan Komisi Tahun 2019 dalam sistem pembuktian hukum acara persaingan usaha yang khususnya adalah penanganan masalah kartel. Penelitian ini mengunakan data sekunder yang dibagi kedalam bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwasanya Komisi Pengawas Persaingan Usaha sebagai lembaga pengawas persaingan usaha di Indonesia tentunya harus memiliki ketegasan yang kuat agar permasalahan pelanggaran persaingan usaha tidak terjadi lagi, terkhusus dalam kepastian dan kedudukan bukti tidak langsung yang digunakan dalam proses pemeriksaan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha, yang sampai pada Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung , harusnya Komisi Pengawas Persaingan Usaha harus memiliki peraturan yang khusus terkait dengan keabsaan dari bukti petunjuk. dan tentunya majelis hakim harus jeli dalam menilik perkara dan memberikan putusan dan juga majelis hakim harus paham dengan kedudukan Independen Komisi Pengawas Persaingan Usaha dan Peraturan Komisi yang lemah seharusnya dijadikan dasar pertimbangan oleh mejelis hakim dalam mmemutus perkara persaingan usaha, sehingga tidak akan lagi ketidak adilan bagi Komisi Pengawas Persaingan Usaha dan pelaku usaha yang terlapor.